Senin, 12 Desember 2011

Visualisasi Wayang dan Karakter Wayang


Wayang Beber

Sekapur Sirih.

Bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan hasil cipta, karya, karsa rasa manusia untuk memenuhi  kebutuhan dan kesejahteraan hidupnyasecara jasmani dan rohani. Kebudayaan ini diciptakan oleh manusia sebagai suatu wujud dari pemikiran manusia untuk melengkapi kebutuhan dalam hidupnya. Sebagai hasil karya manusia, kebudayaan pun tidak hidup langgeng. Kebudayaan akan hidup dalam masyarakat pendukungnya, kemudian berkembang dengan segala bentuknya, dan satu sisi lain kebudayaan akan mati atau hilang karena tidak lagi didukung oleh masyarakatnya.
Kebudayaan dalam cipta karya manusia yang berwujud kesenian juga akan mengalami hal yang sama, diciptakan, hidup berkembang, surut dan hilang karena sudah tidak diminati lagi oleh masyarakat pendukungnya.
Wayang beber pada masa lalu pernah hidup dalam khasanah kesenian sebagai seni pertunjukan ritual yang digemari dan menjadi seni pertunjukan ritual yang hidup berkembang dalam masyarakat pendukungnya, masa kini sudah surut, langka, bahkan menuju kematian,karena sudah tidak diminati, tidak diketahui dan tidak memenuhi selera zaman bagi masyarakat pendukungnya.
 Tulisan ini dimaksudkan sebagai langkah kecil dari sebuah usaha besar untuk melindungi Wayang Beber dari kemusnahan, kalau mungkin mengembangkan kembali Wayang Beber pada masyarakat Indonesia sebagai bentuk kesenian, atau seni pertunjukan lainnya.
Akhir kata diucapkan banyak terima kasih kepada: Keluarga Kromosentono, Keluarga Padmo Sentono, Keluarga Sapartono, Ki Marto Sukardiyo dan masyarakat Dusun Gelaran, Kalurahan Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, Yogyakarta. Juga kepada para rekan, teman, para sejawat dan para dosen, yang telah membantu terselenggaranya penulisan buku ini. Semoga penulisan buku ini dapat berguna untuk masyarakat, bangsa dan negara. Dan kami akan sangat berterimakasih akan kritik dan sumbangan saran yang membangun, untuk menyempurnakan penulisan buku ini.

KRTH. Bagyo Suharyono. M.Hum. (Alm).



Visualisasi Wayang dan Karakter Wayang


Pendahuluan

Manusia dalam kehidupan budayanya mem –visualisasi –kan  angan angannya , bayanganya tentang kehidupan nenek moyang dengan gambar gambar , relief , dan boneka , tentang kehidupan masa lampau.  Kehidupan generasi  masa lalu, generasi  leluhur divisualisasikan , dengan tujuan menjadi cermin suri tauladan masa kini.  Di Indonesia ceritera tentang leluhur masa lalu adalah salah satunya adalah wayang. Pada masa lalu wayang pernah menjadi salah satu bentuk kesenian atau seni pertunjukan yang menjadi milik masyarakat , hidup dalam budaya masyarakat , akrab dan disenangi oleh masyrakat , baik dari sisi ceritera , sastra , seni pertunjukan , maupun benda wayang sendiri sebagai karya seni  rupa yang disenangi oleh masyarakat.
Artefak visualisasi wayang yang paling tua dan paling baik adalah  relief dan arca arca di candi Prambanan. Pada relief yang dibangun kira –kira  tahun 600 Masehi ini  visualisasi karakter telah nampak nyata pada karya seni  arca maupun relief Candi Prambanan .  Dalam kompleks candi ini dibangun meniru komplek Kahyangan dimana Shiwa Mahadewa , Brahma , dan  Wisnu menjadi penguasa utama , dan penggambaran Shakti Shiwa lainnya , yaitu Ganesha , Agastya , dan Durga Mahesasura Mardini masing masing mencerminkan karakter sang tokoh dengan baik. Disamping itu  Relief  ceritera Ramayana . dan Khrisnayana yang terpahat pada  dinding candi  juga sudah tampak menggarap karakter dari sang tokoh misalnya tokoh rama , laksmana , rahwana , Kumbakarna dan tokoh lainnya.
Jaman berkembang terus, selama berabad –abad , visualisasi karakter wayang semakin mengendap dan mantap ,  Contoh yang paling baik adalah wayang kulit .  Visualisasi karakter semakin  mendalam dan semakin tampak,  walaupun yang melihat orang yang sama sekali awam tentang wayang. Seorang yang tidak tahu wayang sama sekali, misalnya orang  asing , bila melihat sebuah sosok wayang kulit akan segera dapat menangkap karakter dari wayang kulit  tersebut. Bila ditunjukkan wayang  Rahwana , orang  akan segera dapat mengetahui sifat atau karakter dari Rahwana . Juga orang awampun akan dapat mengetahui karakter  wayang bima , Krisna , Arjuna , maupun Kangsa.
Pengendapan dan kedalaman  visualisasi  karakter wayang yang  berlangsung lama  dalam hitungan atusan tahun ini mempunyai hasil yang luar biasa.
Visualisasi karakter  wayang  terdiri atas beberapa  bagian . misalnya  , busana , komposisi warna atau pewarnaan,  bentuk anatomi tubuh,

Visualisasi karakter wayang dari busana
Dalam penggambaran karakter wayang ang dicerminkan dari busana merupakan unsur utama.  Busana dalam  penggambaran tokoh wayang akan merupakan unsur pertama yang penting. Seorang tokoh wayang dalam wayang kulit digambarkan memakai Jata makuta dengan jamang bersusun tiga , memakai praba , dan memakai kalung  naga upawita, dodot kampuh dan celana cinde sutera ,ini akan menggambarkan visualisasi seorang raja  atau maharaja yang agung , lepas dari  segala nilai kemewahan , busana ini akan membuat sang tokoh wayang tampak agung berwibawa , dan anggun .  Sebagai contoh tokoh Krisna dan Baladewa   orang yang melihat tokoh itu akan segera mengenal dan menangkap keagungannya.

Visualisasi  karakter  wayang  dari warna.
pewarnaan  sunggingan wayang yang diberikan pada waang , baik muka , badan , dan busana  banyak membantu penampilan karakter .  Warna – warna  dalam budaya manusia mempunyai symbol symbol sesuai dengan nilai budaya dan kepercayaan masyarakatnya. Warna hitam merupakan warna kemantapan , keabadian, kedalaman ,dan ketenangan. Warna merah , semangat , kemarahan , keberanian, gelora jiwa. Warna kuning kemewahan, keagungan , kekayaan, kegembiraan, kekayaan .  Warna putih kesucian , kelembutan , hati bersih , dan kesederhanaan.
Dalam wayang terutama dalam  pewarnaan muka kadang-kadang bukan diberikan warna harafiah, tetapi warna simbolis . Muka Arjuna , Yudistira,  Krisna, diberi warna hitam. Ini merupakan arti simbolis bahwa tokoh tersebut  tetah mencapai kemantapan dan kedalaman jiwa . Tokoh Baladewa , Kangsa, Rahwana, mukanya diberi warna merah , ini merupakan pengungkapan karakter  seorang  pemarah , tidaksabar , bersemangat , yang hatinya penuh dengan kekuatan yang bergelora. Warna putih pada muka wayang juga memberikan   kehalusan budi , kesucian , misalnya Semar , dan beberapa tokoh petapa .  warna dalam wayng sesungguhnya adalahsebagai media visualisasi karakter .  Dengan melihat warna tertentu, orang bisa mwnagkap karakter atau sifat kejiwaan  sang tokoh .

Visualisasi karakter wayang dari bentuk phisik.
Balam pakem tatah sungging   telah dipolakan anatomi wayang. Dari bentuk mata saja dipolakan beberapa bentuk seperti , Kedelen , gabahan , thelengan , kedondongan, liyepan, plilikan, plerokan , rembesan , dan masih ada beberapa pola lain . seperti  kepercayaan manusia , bahwa jiwa manusia dapat tercermin dari matanya, selain karakter manusia itu juga dari bentuk tubuhnya ( katuranggan dan iman supingi ). Sebagai contoh , tokoh Bima bermuka hitam , mata kedondongan  , hidung medhang , mulut yang sembada ,  ini ,merupakan visualisasi karakter tokoh  Bima adalah seorang yang jujur , lurus , mantap . tegas , sederhana, kaku . Karena dari pola pola tatahan dan sunggingan yang telah diendapkan selama beberapa abad tercipta visualisasi karakter Bima atau tokoh wayang yang lain melalui penggambaran  phisik  dengan begitu hebatnya.

Biodata Penulis


Auto Biografi
Drs , Bagyo Suharyono , M. Hum

            Lahir di  Solo , 2 Oktober 1951 , anak tertua dari keluarga militer  Soelistyo . menamatkan pendidikan di S R. 15  Surakarta  pada  tahun 1964  lulus SMP Negeri I di Surakarta tahun 1967, Tamat SMA negeri IV tahun 1972 , Lulus Sarjana Muda   fakultas  Keguruan dan  Pendidikan   jurusan Seni Rupa  UNS Surakarta tahun 1977 ,  Lulus UNS jurusan Seni Rupa prodi Seni Lukis  pada tahun 1984 , Lulus Magister Sejarah  Fakultas  Sastra  universitas Gadjah  Mada yogyakarta tahun 1997 .
            Kenal Keris sudah mulai masa kecil , karena pamannya  R Yudo Sutrisno seorang ahli keris , dan ahli , jamasan pusaka di Surakarta . Sejak tahun 1966 secara auto didak berguru dari sedikit tentang keris , waktu kelas 2 SMA sering membantu  jamasan tosan aji  pamannya.
            Mulai tahun 1982 sudah sering ikut serta  perkumpullan pecinta keris dimana saja ,sekitar kota Solo termasuk pendatang tetap paguyuban Bawa rasa Tosan Aji di  Proyek Pengembangan Kebudayaan Jawa (PKJT)  Tengah di   Sasono Mulyo Kraton Kasunanan Surakarta . Ikut  serta dalam pertemuan sarasehan keris para sesepuh antara lain . Sumodingrat , Yudo prawiro, Wongso Curigo , Sumodipura ,  Supo Wijoyo , Harjo sunarto, Go Sian Kee ,  Yan Jun ( Bang jo ), Suranto  , dan para tokoh tua pecinta keris di Surakarta .
            Bersama Murtidjono , Tunjung Suharso Sulaksono , Sumodipuro , Wongso Curigo , mendirikan Paguyuban Paniti Katgo , yaitu kelompok pengkajian tosan aji , pada tahun 1984 ,  dan mengadakan pertemuan rutin   ditempat para anggota  secara bergiliran .
            Ikut serta merintis berdirinya  Bengkel Kerja  Seni Rupa   ( B K S R )  bagian Tosan Aji ,  ASKI yang menjadi pioneer bengkel dan Studio Tosan Aji STSI Surakarta . bersama Yantono , Suyanto, Subandi,dan  Daliman .

            Merintis kerjasama  antara Paguyuban Paniti Katga Surakarta , dengan paguyuban Pametri  Wiji  di Yogyakarta,  dengan para tokoh pecinta tosan aji Haryono Arumbinang , Budi Santosa , Lumintu , dan para tokoh keris sepuh di Yogyakarta , dan sering mengadakan  sarasehan bersama baik di Yogya maupun di Solo. Pada tahun 1985-1989.
            Sampai masa sekarang menjadi dosen pengajar pada jurusan Seni Rupa , STSI Surakarta , masih juga menggeluti keris dan tosan aji , disamping pekerjaan tetapnya .
            Dalam pengalamanna pernah ceramah tentang keris pada  beberapa  sarasehan dan diskusi pada  paguyuban Paniti Katgo, di Solo ,  Himpunan Pecinta dan Pedagang keris  ( HPPKS )  atau  yang  biasa disebut Bawa Rasa  Keris di Surakarta, Ceramah di Klaten , di Sragen , Museum Jawa  Tengah di Semarang ,  di Yogakarta , di Ajang gelar sTSI Surakarta , di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta ,  di UNS Sebelas Maret  Surakarta  , dan di  lingkungan peguruan Tinggi  STSI surakarta .
            Bercita cita ingin menulis buku tentang keris secara komprehensif yang sudah dirintis mulai sekarang .