Wayang Beber
Sekapur Sirih.
Bahwa sesungguhnya
kebudayaan merupakan hasil cipta, karya, karsa rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidupnyasecara
jasmani dan rohani. Kebudayaan ini diciptakan oleh manusia sebagai suatu wujud
dari pemikiran manusia untuk melengkapi kebutuhan dalam hidupnya. Sebagai hasil
karya manusia, kebudayaan pun tidak hidup langgeng. Kebudayaan akan hidup dalam
masyarakat pendukungnya, kemudian berkembang dengan segala bentuknya, dan satu
sisi lain kebudayaan akan mati atau hilang karena tidak lagi didukung oleh
masyarakatnya.
Kebudayaan dalam cipta
karya manusia yang berwujud kesenian juga akan mengalami hal yang sama,
diciptakan, hidup berkembang, surut dan hilang karena sudah tidak diminati lagi
oleh masyarakat pendukungnya.
Wayang beber pada masa
lalu pernah hidup dalam khasanah kesenian sebagai seni pertunjukan ritual yang
digemari dan menjadi seni pertunjukan ritual yang hidup berkembang dalam
masyarakat pendukungnya, masa kini sudah surut, langka, bahkan menuju
kematian,karena sudah tidak diminati, tidak diketahui dan tidak memenuhi selera
zaman bagi masyarakat pendukungnya.
Tulisan ini dimaksudkan sebagai langkah kecil
dari sebuah usaha besar untuk melindungi Wayang Beber dari kemusnahan, kalau
mungkin mengembangkan kembali Wayang Beber pada masyarakat Indonesia sebagai
bentuk kesenian, atau seni pertunjukan lainnya.
Akhir kata diucapkan
banyak terima kasih kepada: Keluarga Kromosentono, Keluarga Padmo Sentono,
Keluarga Sapartono, Ki Marto Sukardiyo dan masyarakat Dusun Gelaran, Kalurahan
Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, Yogyakarta. Juga kepada para rekan, teman,
para sejawat dan para dosen, yang telah membantu terselenggaranya penulisan
buku ini. Semoga penulisan buku ini dapat berguna untuk masyarakat, bangsa dan
negara. Dan kami akan sangat berterimakasih akan kritik dan sumbangan saran
yang membangun, untuk menyempurnakan penulisan buku ini.
KRTH. Bagyo Suharyono. M.Hum. (Alm).
Visualisasi Wayang dan Karakter Wayang
Pendahuluan
Manusia dalam kehidupan budayanya mem –visualisasi
–kan angan angannya , bayanganya tentang
kehidupan nenek moyang dengan gambar gambar , relief , dan boneka , tentang
kehidupan masa lampau. Kehidupan
generasi masa lalu, generasi leluhur divisualisasikan , dengan tujuan
menjadi cermin suri tauladan masa kini.
Di Indonesia ceritera tentang leluhur masa lalu adalah salah satunya
adalah wayang. Pada masa lalu wayang pernah menjadi salah satu bentuk kesenian
atau seni pertunjukan yang menjadi milik masyarakat , hidup dalam budaya
masyarakat , akrab dan disenangi oleh masyrakat , baik dari sisi ceritera ,
sastra , seni pertunjukan , maupun benda wayang sendiri sebagai karya seni rupa yang disenangi oleh masyarakat.
Artefak
visualisasi wayang yang paling tua dan paling baik adalah relief dan arca arca di candi Prambanan. Pada
relief yang dibangun kira –kira tahun
600 Masehi ini visualisasi karakter
telah nampak nyata pada karya seni arca
maupun relief Candi Prambanan . Dalam
kompleks candi ini dibangun meniru komplek Kahyangan dimana Shiwa Mahadewa ,
Brahma , dan Wisnu menjadi penguasa
utama , dan penggambaran Shakti Shiwa lainnya , yaitu Ganesha , Agastya , dan
Durga Mahesasura Mardini masing masing mencerminkan karakter sang tokoh dengan
baik. Disamping itu Relief ceritera Ramayana . dan Khrisnayana yang
terpahat pada dinding candi juga sudah tampak menggarap karakter dari
sang tokoh misalnya tokoh rama , laksmana , rahwana , Kumbakarna dan tokoh
lainnya.
Jaman berkembang
terus, selama berabad –abad , visualisasi karakter wayang semakin mengendap dan
mantap , Contoh yang paling baik adalah
wayang kulit . Visualisasi karakter
semakin mendalam dan semakin
tampak, walaupun yang melihat orang yang
sama sekali awam tentang wayang. Seorang yang tidak tahu wayang sama sekali,
misalnya orang asing , bila melihat
sebuah sosok wayang kulit akan segera dapat menangkap karakter dari wayang
kulit tersebut. Bila ditunjukkan
wayang Rahwana , orang akan segera dapat mengetahui sifat atau
karakter dari Rahwana . Juga orang awampun akan dapat mengetahui karakter wayang bima , Krisna , Arjuna , maupun
Kangsa.
Pengendapan dan
kedalaman visualisasi karakter wayang yang berlangsung lama dalam hitungan atusan tahun ini mempunyai
hasil yang luar biasa.
Visualisasi
karakter wayang terdiri atas beberapa bagian . misalnya , busana , komposisi warna atau
pewarnaan, bentuk anatomi tubuh,
Visualisasi
karakter wayang dari busana
Dalam
penggambaran karakter wayang ang dicerminkan dari busana merupakan unsur
utama. Busana dalam penggambaran tokoh wayang akan merupakan
unsur pertama yang penting. Seorang tokoh wayang dalam wayang kulit digambarkan
memakai Jata makuta dengan jamang bersusun tiga , memakai praba , dan memakai kalung naga upawita, dodot kampuh dan celana cinde
sutera ,ini akan menggambarkan visualisasi seorang raja atau maharaja yang agung , lepas dari segala nilai kemewahan , busana ini akan
membuat sang tokoh wayang tampak agung berwibawa , dan anggun . Sebagai contoh tokoh Krisna dan Baladewa orang yang melihat tokoh itu akan segera
mengenal dan menangkap keagungannya.
Visualisasi karakter
wayang dari warna.
pewarnaan sunggingan wayang yang diberikan pada waang ,
baik muka , badan , dan busana banyak
membantu penampilan karakter . Warna –
warna dalam budaya manusia mempunyai
symbol symbol sesuai dengan nilai budaya dan kepercayaan masyarakatnya. Warna
hitam merupakan warna kemantapan , keabadian, kedalaman ,dan ketenangan. Warna
merah , semangat , kemarahan , keberanian, gelora jiwa. Warna kuning kemewahan,
keagungan , kekayaan, kegembiraan, kekayaan .
Warna putih kesucian , kelembutan , hati bersih , dan kesederhanaan.
Dalam wayang
terutama dalam pewarnaan muka
kadang-kadang bukan diberikan warna harafiah, tetapi warna simbolis . Muka
Arjuna , Yudistira, Krisna, diberi warna
hitam. Ini merupakan arti simbolis bahwa tokoh tersebut tetah mencapai kemantapan dan kedalaman jiwa
. Tokoh Baladewa , Kangsa, Rahwana, mukanya diberi warna merah , ini merupakan
pengungkapan karakter seorang pemarah , tidaksabar , bersemangat , yang
hatinya penuh dengan kekuatan yang bergelora. Warna putih pada muka wayang juga
memberikan kehalusan budi , kesucian ,
misalnya Semar , dan beberapa tokoh petapa .
warna dalam wayng sesungguhnya adalahsebagai media visualisasi karakter
. Dengan melihat warna tertentu, orang
bisa mwnagkap karakter atau sifat kejiwaan
sang tokoh .
Visualisasi
karakter wayang dari bentuk phisik.
Balam pakem
tatah sungging telah dipolakan anatomi
wayang. Dari bentuk mata saja dipolakan beberapa bentuk seperti , Kedelen ,
gabahan , thelengan , kedondongan, liyepan, plilikan, plerokan , rembesan , dan
masih ada beberapa pola lain . seperti
kepercayaan manusia , bahwa jiwa manusia dapat tercermin dari matanya,
selain karakter manusia itu juga dari bentuk tubuhnya ( katuranggan dan iman
supingi ). Sebagai contoh , tokoh Bima bermuka hitam , mata kedondongan , hidung medhang , mulut yang sembada , ini ,merupakan visualisasi karakter
tokoh Bima adalah seorang yang jujur ,
lurus , mantap . tegas , sederhana, kaku . Karena dari pola pola tatahan dan
sunggingan yang telah diendapkan selama beberapa abad tercipta visualisasi
karakter Bima atau tokoh wayang yang lain melalui penggambaran phisik
dengan begitu hebatnya.